HOME

Friday, 13 May 2016

Manusia, Nilai, Moral dan Hukum


1.1              Latar Belakang


Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.


Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan akademis, tetapi dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan moral di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.



1.2              Tujuan Penulisan



Tujuan penulisan makalah ini adalah  untuk melengkapi tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya  yang dibina oleh Bapak  H.K. Siburian. SH, MH. Selain itu penulisan makalah ini secara umum bertujuan untuk menambah wawasan tentang Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum.



1.3              Rumusan Masalah



Berdasarakan latar belakang di atas, maka ada beberapa masalah yang akan di bahas  dalam makalah ini, yaitu :

1.      Hakikat, fungsi, dan perwujudan nilai, moral dan hukum dalam kehidupan manusia, masyarakat dan Negara.

2.       Keadilan ketertiban dan kesejahteraan sebagai wujud masyarakat yang bermoral dan mentaati hukum.

3.       Problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan Negara.



BAB II

PEMBAHASAN



2.1       Hakikat Fungsi Perwujudan nilai, moral dan hukum



            Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana mestinya.



2.1.1                                Hakikat nilai dan moral



Pembahasan mengenai nilai termasuk dalam kawasan etika. Bertens (2001) menyebutkan ada 3 jenis makna etika, yaitu

a.      Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan  adalah bagi masyarakat atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

b.      Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Etika yang dimaksud adalah kode etik

c.       Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk. Etika yang dimaksud sama dengan istilah filsafat moral.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat selalu berkaitan dengan nilai. Misalkan kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek. Baik dan indah  adalah contoh nilai. Masyarakat  memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu bisa dikatakan adil, baik, indah, cantik, anggun dan sebagainya.

Istilah nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.

a.      Harga dan arti taksiran misalnya nilai emas

b.      Harga sesuatu misalnya uang

c.       Angka, skor.

d.      Kadar, mutu.

e.      Sifat-sifat atau hal-hal penting bagi masyarakat



Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut.

a.      Menyenangkan (peasent).

b.      Berguna (useful).

c.       Memuaskan (satisfying).

d.      Menguntungkan (profitable)

e.      Keyakinan  (interesting)

f.        Keyakinan (belief)



Ada dua pendapat mengenai nilai.

1.        Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif, menurut aliran idealisme, nilai itu objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.

2.        Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai dari pada emas bagi orang kehausan ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernilai bagi seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif. Aliran ini disebut aliran subjectivisme.



Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek yang menilai maka barang  atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha menggabungkan antara aliran objektivisme dan subjectivisme.

       Nilai etik/ Etika adalah nilai tentang baik buruk yang berkaitan dengan perilaku manusia . Jadi kalau kita mengatakan etika orang itu buruk bukan berarti wajahnya buruk, tetapi menunjuk perilaku orang itu yang buruk. Nilai etika adalah nilai moral. Jadi, Moral yang dimaksudkan adalah nilai moral sebagai bagian dari nilai.

Selain etika, kita mengenal pula estetika. Estetika merupakan nilai yang berkaitan dengan keindahan, penampilan fisik, dan keserasian dalam hal penampilan. Sebuah lukisan memiliki nilai estetika bukan nilai etik. Nilai estetika berkaitan dengan penampilan, sedangkan nilai etik atau moral berkaitan dengan perilaku manusia.



2.1.2.   Norma sebagai perwujudan dari nilai



Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai bersifat normatif dan menjadi motivator tindakan manusia. Namun demikian, nilai belum dapat berfungsi secara praktis sebagai penuntun perilaku manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih bersifat abstrak sehingga butuh konkretisasi atas nilai tersebut. Contohnya manusia mendambakan keselamatan, tetapi apa yang harus dilakukan agar terwujud keselamatan ? akhirnya yang dibutuhkan manusia adalah semacam aturan atau tuntunan perilaku yang bisa mengarahkan manusia agar terwujud keselamatan.

            Jadi, nilai belum dapat berfungsi praktis bagi manusia. Nilai perlu di konkretisasikan atau diwujudkan kedalam norma. Nilai yang bersifat normatif dan berfungsi sebagai motivator tindakan manusia itu harus di implementasikan dalam bentuk norma. Norma merupakan konkretisasi dari nilai. Norma adalah perwujudan dari nilai.

            Setiap norma pasti tekandung nilai di dalamnya. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma maka nilai yang hendak dijalankan itu mustahil terwujudkan.

Contohnya, ada norma yang berbunyi “dilarang membuang sampah sembarang” atau “buanglah sampah pada tempatnya”. Norma di atas berusaha mewujudkan nilai  dapat terwujudkan dalam kehidupan. Ada norma lain, misalnya yang berbunyi “dilarang merokok”. Norma tersebut di maksudkan agar terwujud nilai kesehatan. Akhirnya, yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita bukan nilai, tetapi norma atau kaidah.

            Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat didalam berbuat dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur, dan aman.

            Norma-norma yang berlaku di masyarakat ada empat macam yakni sebagai berikut.

a.      Norma agama, yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari tuhan.

b.      Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

c.       Norma kesopanan, yaitu peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antarmanusia.

d.      Norma hukum, yaitu pperaturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa.



Macam norma diatas dapan di klasifikasikan pula sebai berikut.

·      Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi, yaitu :

a.      Norma agama/religi;

b.      Norma moral/kesusilaan.



·           Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan antarpribadi yaitu:      

a.      Norma adat/kesopanan;

b.      Norma hukum.



2.1.3   Hubungan Manusia Dan Hukum



Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan.

Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.



2.1.4   Hubungan Hukum Dan Moral



Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-undangan yang immoral harus diganti.

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan moral.





2.1.5  Proses Terbentuknya Nilai, Etika, Moral, Norma, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara



         Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hukum merupakan proses yang berjalan melalui suatu kebiasaan untuk berbuat baik. Etika keutamaan nilai, moral, norma, dan hukum) lebih mengandalkan pada adanya latihan dan bukan begitu saja muncul dari dalam manusia.

          Seorang akan dinilai naik dan buruk atau sebagai manusia dilihat dari segi moralitas yang dimilikinya, karena moralitas memiliki otoritas tertinggi dalam penilaian manusia sebagai manusia. Salah satu mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang berkualitas adalah keutamaan moral yang mencakup nilai, norma, dan etika.



2.1.6   Dialektika Hukum dan Moral dalam Masyarakat dan Negara



Hukum dapat dikatakan adil atau tidak tergantung dari wilayah penilaian moral. Hukum disebut adil apabila secara moral memang adil. Aturan hidup bersama yang dijadikan norma hukum, nilai, dan estetika dalam masyarakat dijelaskan dengan melihat hubungan antar hukum itu sendiri dengan moralitas. Moralitas dikatakan sebagai hukum berarti hukum yang tidak sesuai dengan norma moral secra moral sah untuk ditolak atai tidak ditaati, misalnya ada hukum yang tidak seimbang.

                    

2.1.7   Perwujudan Nilai, Etika, Moral, dan Norma dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara



         Perwujudan nilai – nilai, etika, moral, dan norma dalam keyakianan imam bisa saja diterapkan sebagai hukum jika normal moral yang terkandung di dalamnya masyarakat universal. Artinya dalam keyakinan imam yang lain pun tercermin norma moral yang kurang lebih sama. Misalnya norma yang terkandung dalam agama.

         Kualitas primer, yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama seperti kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia. Perbedaannya antara kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian ekssitesi objek tetapi kehadirannya tergantung subjek nilai.

2.2         Keadilan ketertiban dan kesejahteraan sebagai wujud masyarakat yang bermoral dan mentaati hukum.



Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial. Makhluk sosial adalah makluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.

Norma Hukum, berbeda dengan norma lain, berasal dari norma agama, moral, dan kesopanan. Isi ketiga norma tersebut dapat diangkat sebagai norma hukum. Fungsi hukum dalam masyarakat :

1. Alat pengatur tertib hubungan masyarakat

2. Sarana untuk mewujudkan keadilan sosial

3. Penggerak pembangunan

4. Fungsi krisis hukum.

 Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan,ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja (2002,h.3) mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.

Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama, kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah moral. Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa hukum itu merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota masyarakat ; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Keadilan adalah pengakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Pengakuan atas hak hidup individu harus diimbangi melalui kerja keras tanpa merugikan pihak lain, karena orang lain punya hak hidup seperti kita. Jadi kita harus memberi kesempatan pada orang lain untuk mempertahankan hidupnya. Prinsipnya keadilan terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Tindakan-tindakan yang menuntut hak dan lupa pada kewajiban merupakan pemerasan. Sedangkan tindakan yang hanya menjalankan kewajiban tanpa menuntut hak berakibat pada mudah diperbudak atau dipengaruhi orang lain.



Jadi keadilan dapat disimpulkan sbb :

1. Kesadaran adanya hak yang sama bagi setiap warga Negara

2. Kesadaran adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga Negara

3. Hak dan kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata.







Ciri-ciri keadilan adalah :

1. Tidak memihak

2. Sama hak

3. Sah menurut hukum

4. Layak dan wajar

5. Benar secara moral



Sedangkan akibat dari ketidakadilan adalah :

1.    Kehancuran : diri, keluarga, perusahaan, masyarakat, bangsa dan Negara.

2.    Kezaliman yaitu keadaan yang tidak lagi menghargai, menghormati hak-hak orang lain, sewenang-wenang merampas hak orang lain demi keserakahan dan kepuasan nafsu.

2.2.1  Macam-macam Keadilan :



1. Keadilan Legal (keadilan moral)

Dalam suatu komunitas yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Rasa keadilan akan terwujud bila setiap individu melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, keadilan tidak akan terjadi bila ada intervensi pada pihak lain dalam melaksanakan tugas kemasyarakatan dan hal ini dapat memicu pertentangan, konflik dan ketidakserasian.



2. Keadilan Distributive

Keadilan akan terlaksana bila hal yang sama diperlukan secara sama dan hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama diperlakukan secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Contoh : gaji pegawai lulusan smu dan sarjana harus dibedakan.









2.3     Problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan Negara



  • Pelanggaran terhadap norma moral

Pelanggaran terhadap kode etik tidak diberikan sanksi lahiriah ataupun yang bersifat memaksa.

  • Pelanggaran terhadap norma hukum

Sanksi terhadap pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa.

Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia terhadap nilai dari suatu maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam menjalin kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah baik buruknya sepanjang nilai itu dalam arti positif berarti perubahan bermoral , begitu juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti perbuatan yang amoral. Perbuatan yang bersifat amoral inilah yang dijadikan problema dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai, ditinjau dari aspek lahiriah yaitu untuk mencapai ketertiban atau kedamaian, dan jika di tinjau dari aspek batiniah yaitu untuk mencapai ketenangan atau ketentraman. Satu contoh adalah masalah perkawinan.

            Perkawinan itu apabila dilakukan menurut prosedur atau menurut aturan-aturan yang ada dalam suatu masyarakat, maka orang yang melaksanakan perkawinan demikian dikatakan yang bermoral. Juga sebaliknya jika perkawinan yang dilakukan tidak melalui prosedur atau tidak dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu maka perkawinan itu dikenal dengan cara tidak bermoral. Maka yang perlu kita ketahui dalam hal ini di samping hukum dasar yang tertulis ada hukum yang tidak tertulis, yaitu misalnya “hukum adat perkawinan” yang setiap daerah mempunyai adat masing-masing. Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat untuk terwujudnya apa yang dikatakan ketertiban atau keamanan, dan ketenangan atau ketentraman maka harus patuh lepada hukum yanng berlaku dan mennjalani nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan baik dan sempurna.


No comments:

Post a Comment